#footer-column-divide { clear:both;background: #3B5998;color:#ffcc66; } .footer-column { padding: 10px; }

Selasa, 03 Mei 2011

Waspada Sesar Grindulu (2)


lanjutan dari Waspada Sesar Grindulu (1))

Indonesia memang memiliki karakter kegempaan mirip Jepang. Namun,menurut pakar gempa dari Laboratorium Gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Danny Hilman Natawijadja, negeri ini belum memiliki informasi semua sesar penyebab gempa.

Ia menilai, karena minimnya informasi teknis, ada tafsiran salah kaprah dari beberapa pengamat kegempaan. dia mengakui, memang ada patahan aktif di Jawa. Tetapi sebagian besar belum terpetakan dengan baik. "Termasuk daerah Jawa Timur yang disebut gempa tremor," ujarnya.

Danny menilai, yang telah teridentifikasi dengan cukup baik hanya Patahan Lembnag dan Cimandiri (Opak). "Itu pun sampai sekarang tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti di mana posisi Sesar Opak itu," ungkapnya.

Ia khawatir, jika banyak orang menghubungkan kejadian gemuruh di Pacitan dan gempa di Jepang dengan beberapa sesar di Pulau Jawa, muncul persepsi yang salah. Sebab belum banyak penelitian tentang sesar di Jawa.

Senada dengan Danny, Ketua Kekompok Keilmuan Geoteknik pada Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB, Mahsyus Irsyam, mengungkap bahwa beberapa gempa di Indonesia yang telah diketahui episentrumnya ternyata belum diketahui sesarnya. Padahal, data sesar itu bisa menjadi dasar utnuk prediksi bencana.

Akibatnya, dalam peta gempa Indonesia masih banyak sesar yang tidak diketahui. "Akan selalu ada gempa besar yang lolos dari perkiraan," katanya pada saat konferensi pers terkait gempa bumi Tohoku, Jepang, Jumat pekan lalu.
Lokasi sesar sebenarnya bisa terdeteksi bila terpantau seismograf dan masuk dalam pantauan sistem oenentuan posisi global (GPS). Kerapatan seismograf dan kedekatan dengan sesar aktif menjadi syarat utama.

Sialnya, menurit ahli seismologi dari FITB ITB, Sri Widiyantoro, wilayah Indonesia uang memliki luas lima kali dibandingkan Jepang hanya memiliki 10% dari jumlah seismograf yang dipasang di Jepang. "Jepang memiliki jaringan seismograf amat rapat, yakni setiap 20 kilometer, degan total lebih dari 1000 buah yang dipasang di seluruh negeri," ujarnya.

menurut ahli deformasi kerak bumi Irwan Meilano, di Jepang ada 1.232 jaringan GPS yang secara kontinu mengirim data untuk mendeteksi getaran berfrekuaensi 1hertz, memberikan satudata dalam satu detik. Bahkan beberapa di antaranya menyajikan data realtime. Selain data dari seismograf dan GPS, data tsunai purba (paleotsunami) yang terjadi sebelum kalender Masehi juga sangat penting untuk prediksi kapan tsunami akan terjadi lagi.

Pada saat ini, Indonesia hanya memiliki 150 seismograf. Bahkan, sebelum gempa aceh 2004 yang menyebabkan tsunami, hanya ada 50 seismograf. sedangkan alat akselograf --alat pencatat getaran horizontal yang mempengarihu bangunan-- di Indonesia ada 150 buah.

Karena itu, para pakar kebumian mendesak pemerintah agar segera melekukan perbaikan. Jangan sampai bencana mirip di Jepang terjadi di Indonesia, sementara infrastruktur untuk mengatasi bencana itu masih amburadul.

Heru Pamuji, Sandika Prihatnala, dan Arif Sujamiko

Sumber: Majalah GATRA Maret 2011

0 komentar:

Posting Komentar