Jakarta (ANTARA News) - Zat adiktif, Oxium, dapat mempercepat terjadinya proses degradasi plastik dalam waktu kurang lebih dua tahun sehingga mendukung pengurangan kerusakan lingkungan yang sudah semakin parah.
"Oxium membuat plastik menjadi ramah lingkungan dan tidak berbahaya bagi manusia sehingga menjadi solusi aman dan bijak untuk lingkungan," kata Presiden Direktur PT Tirta Marta Sugiano Tandjo kepada pers di Jakarta, Selasa.
Sugiano yang ditemui dalam acara pengenalan produk Oxium dengan tema "Plastik Ramah Lingkungan Made in Indonesia" mengatakan, Oxium diproduksi oleh PT Tirta Marta dengan teknologi proses yang dirancang oleh Sumber Daya Manusia(SDM) Indonesia dan merupakan adiktif plastik ramah lingkungan yang pertama di Indonesia.
Ia mengungkapkan, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan plastik sebagai bahan kemasan favorit karena keistimewaan yang dimiliki dan tidak ada pada bahan kemasan lain seperti kertas atau kaca.
"Saat ini yang harus dilakukan adalah mempercepat terjadinya proses penguraian plastik, yang awalnya membutuhkan waktu ribuan tahun menjadi lebih singkat dengan hanya beberapa tahun saja," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Sugiano, Oxium telah mendapatkan Green Label dari Indonesia Solid Waste Association (INSWA) sebuah lembaga yang bergerak dalam masalah sampah dan lingkungan yang bersih.
Menurut dia, plastik berasal dari jasad renik (mikroorganisme) dari tumbuhan laut yang mati dan mengendap di dasar bumi sehingga berdasarkan teori organik yang dikemukakan oleh ilmuwan Engker (1911) proses pelapukan dan penguraian secara anaerob dalam batuan berpori akan mentransformasi jasad-jasad renik tersebut menjadi minyak bumi yang menjadi bahan dasar plastik.
Katanya, masalah plastik memang menjadi sebuah permasalahan yang sering diungkapkan dalam berbagai macam diskusi tentang lingkungan.
"Jenis plastik biasa baru bisa terdegradasi sampai 1.000 tahun sehingga dapat menyebabkan tanah longsor, polusi dari pembakaran plastik, dan banjir sedangkan Oxium tidak berakibat berbahaya bagi lingkungan dan manusia," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, Oxium telah digunakan sebagai tas berbelanja oleh banyak pasar modern di Indonesia seperti Carrefour, Indomaret, Alfamart, Hero, Ginat, dan Gramedia
Pakar ITB
Pakar sampah Indonesia dan dosen Fakultas Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Prof Dr Ir Enri Damanhuri melalui sambungan telefon, di Jakarta, Selasa, mengungkapkan, bahan plastik yang menggunakan petrolim sangat sulit terdegradasi dan jika menggunakan bahan kandungan hayati bisa lebih mudah terdegradasi seperti dari bahan singkong.
Ia mengatakan, sampai saat ini hal itu masih dalam tahap penelitian dan belum dikomersialkan.
Enri yang menjadi doktor pertama di Indonesia yang bergerak di bidang persampahan dan pelopor didirikannya Pusat Pengolah Sampah (PPS) ITB mengatakan, di dunia industri negara-negara maju penggunaan plastik yang dapat terdegradasi dalam waktu yang cepat masih belum bisa dipasarkan secara murah seperti penjualan plastik di pasar tradisional.
"Saat ini 70 persen plastik di pasaran digunakan sebagai pengemas seperti pembungkus makanan atau benda-benda lainnya sehingga masyarakat menjadi terbiasa menggunakan plastik," ungkap Enri.
Menurut dia, pada saat ini di beberapa negara di seluruh dunia sedang melakukan kampanye agar tidak menggunakan plastik karena sangat berbahaya bagi lingkungan seperti Singapura yang mencoba mengurangi kerusakan lingkungan dengan menghimbau masyarakatnya untuk tidak menggunakan plastik. (AWA/K004)
Ia mengungkapkan, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan plastik sebagai bahan kemasan favorit karena keistimewaan yang dimiliki dan tidak ada pada bahan kemasan lain seperti kertas atau kaca.
"Saat ini yang harus dilakukan adalah mempercepat terjadinya proses penguraian plastik, yang awalnya membutuhkan waktu ribuan tahun menjadi lebih singkat dengan hanya beberapa tahun saja," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Sugiano, Oxium telah mendapatkan Green Label dari Indonesia Solid Waste Association (INSWA) sebuah lembaga yang bergerak dalam masalah sampah dan lingkungan yang bersih.
Menurut dia, plastik berasal dari jasad renik (mikroorganisme) dari tumbuhan laut yang mati dan mengendap di dasar bumi sehingga berdasarkan teori organik yang dikemukakan oleh ilmuwan Engker (1911) proses pelapukan dan penguraian secara anaerob dalam batuan berpori akan mentransformasi jasad-jasad renik tersebut menjadi minyak bumi yang menjadi bahan dasar plastik.
Katanya, masalah plastik memang menjadi sebuah permasalahan yang sering diungkapkan dalam berbagai macam diskusi tentang lingkungan.
"Jenis plastik biasa baru bisa terdegradasi sampai 1.000 tahun sehingga dapat menyebabkan tanah longsor, polusi dari pembakaran plastik, dan banjir sedangkan Oxium tidak berakibat berbahaya bagi lingkungan dan manusia," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, Oxium telah digunakan sebagai tas berbelanja oleh banyak pasar modern di Indonesia seperti Carrefour, Indomaret, Alfamart, Hero, Ginat, dan Gramedia
Pakar ITB
Pakar sampah Indonesia dan dosen Fakultas Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Prof Dr Ir Enri Damanhuri melalui sambungan telefon, di Jakarta, Selasa, mengungkapkan, bahan plastik yang menggunakan petrolim sangat sulit terdegradasi dan jika menggunakan bahan kandungan hayati bisa lebih mudah terdegradasi seperti dari bahan singkong.
Ia mengatakan, sampai saat ini hal itu masih dalam tahap penelitian dan belum dikomersialkan.
Enri yang menjadi doktor pertama di Indonesia yang bergerak di bidang persampahan dan pelopor didirikannya Pusat Pengolah Sampah (PPS) ITB mengatakan, di dunia industri negara-negara maju penggunaan plastik yang dapat terdegradasi dalam waktu yang cepat masih belum bisa dipasarkan secara murah seperti penjualan plastik di pasar tradisional.
"Saat ini 70 persen plastik di pasaran digunakan sebagai pengemas seperti pembungkus makanan atau benda-benda lainnya sehingga masyarakat menjadi terbiasa menggunakan plastik," ungkap Enri.
Menurut dia, pada saat ini di beberapa negara di seluruh dunia sedang melakukan kampanye agar tidak menggunakan plastik karena sangat berbahaya bagi lingkungan seperti Singapura yang mencoba mengurangi kerusakan lingkungan dengan menghimbau masyarakatnya untuk tidak menggunakan plastik. (AWA/K004)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011
Sumber: http://www.antaranews.com COPYRIGHT © 2011
Rabu, 28 Juli 2010 00:26 WIB
0 komentar:
Posting Komentar