#footer-column-divide { clear:both;background: #3B5998;color:#ffcc66; } .footer-column { padding: 10px; }

Rabu, 20 Juli 2011

Teknik Sosrobahu, Karya Anak Bangsa

Saya kebetulan menemukan kata "Sosrobahu" beberapa waktu lalu. Mungkin sudah banyak yang mendengar tapi mungkin juga banyak yang tidak mengetahui. Tentu saja ini penting diketahui, terutama bagi teman-teman yang akan berkecimpung di dunia teknik sipil. Salah satu yang membuat saya tertarik ialah karena teknik fenomenal ini ditemukan oleh anak bangsa kita. So, segera simak artikel di bawah ini yang dirangkum dari berbagai sumber. 


SOSROBAHU merupakan teknik pembuatan lengan atau bahu pada jalan layang dimana pada lengan itu bisa diputar yang sangat bermanfaat bila dibangun pada kondisi jembatan layang di tengah kota padat lalu lintas. Pemberian nama Sosrobahu sendiri merupakan pemberian dari mantan Presiden Soeharto dan teknik itu ditemukan oleh Ir. Tjokorda Raka Sukawati dalam naungan kontraktor besar waktu itu, yaitu PT. Hutama karya.

Bagaimana teknis mengapa Sosrobahu begitu efektif? Sebuah jembatan layang memerlukan tiang penyangga (pilar), yang jaraknya sekitar 30 meter dari pilar penyangga satu dengan lain nya. di atasnya membentang tiang beton selebar 22 meter. Batang vertikalnya (pier shaft) berbentuk segi enam bergaris tengah 4 meter, berdiri di jalur hijau. Hal ini tidak sulit, yang merepotkon adalah mengecor lengannya (pier head). Jika dengan cara konvensional, yang dilakukan adalah memasang besi penyangga (bekesting) di bawah bentangan lengan itu, tetapi bekesting itu akan menyumbat jalan raya di bawahnya. Cara lain adalah dengan bekesting gantung tetapi membutuhkan biaya lebih mahal. Masalah-masalah ini yang membuat Ir. Tjokorda berpikir untuk melakukan teknik yang lebih efisien dengan cara melakukan pengecoran tiangnya terlebih dahulu lalu kemudian mengecor lengan searah dengan jalur jalan (jalur hijau), setelah kering dan selesai barulah memutarnya berbentuk bahu (T), ide ini didapatkan Ir. Tjokorda dari kerja dongkrak hidrolik saat memperbaiki mobilnya (mobilnya Mercy lho!)
Image and video hosting by TinyPic
Teori dongkrak tersebut secara fisika adalah dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apapun akan mudah digeser. Kejadian tadi memberikan inspirasi bahwa pompa hidrolik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut mudah digeser. Bayangan Tjokorda adalah menggeser lengan beton seberat 480 ton itu. Kemudian, Tjokorda membuat percobaan dengan membuat silinder bergaris tengah 20 cm yang dibuat sebagai dongkrak hidrolik dan ditindih beban beton seberat 80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Tjokorda kemudian menyempurnakannya. Posisinya ditentukan persis di titik berat lengan beton di atasnya.

Image and video hosting by TinyPic
Untuk membuat rancangan yang pas, dasar utama Hukum Pascal yang menyatakan: "Bila zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan diteruskan segala arah". Zat cair yang digunakan adalah minyak oli (minyak pelumas). Bila tekanan P dimasukkan dalam ruang seluas A, maka akan menimbulkan gaya (F) sebesar P dikalikan A. Rumus itu digabungkan dengan beberapa parameter dan memberikan nama Rumus Sukawati, sesuai namanya. Rumus ini orisinal idenya karena sampai saat itu belum ada buku yang membahasnya sebab memang tidak ada kebutuhannya.
Image and video hosting by TinyPic
Masalah lain yang muncul ada variabelnya yang mempengaruhinya, di antaranya adalah jenis minyak yang digunakan yang tidak boleh rusak kekentalannya (viskositas). Urusan minyak menjadi hal yang krusial karena minyak inilah yang meneruskan tekanan untuk mengangkat beton yang berat itu. Setelah semua selesai, Tjokorda mengerjakan rancangan finalnya yakni sebuah landasan putar untuk lengan beton yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LBPH). Bentuknya dua piringan (cakram) besi bergaris tengah 80 cm yang saling menangkup. Meski tebalnya 5 cm, piring dari besi cor FCD-50 itu mampu menahan beban 625 ton.
Image and video hosting by TinyPic
Ke dalam ruang di antara kedua piringan itu dipompakan minyak oli. Sebuah seal (penutup) karet menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak tak terdorong keluar, meski dalam tekanan tinggi. Lewat pipa kecil, minyak dalam tangkupan piring itu dihubungkan dengan sebuah pompoa hidrolik. Sistem hidrolik itu mampu mengangkat beban beban ketika diberikan tekanan 78 kg/cm2. Angka ini sebenarnya angka misteri bagi Tjokorda saat itu. Teknik ini jelas sangat efisien karena dapat digunakan pada proyek yang berada di tengah kota tanpa mengganggu aktivitas berkendara masyarakat di lokasi proyek.

Temuan Tjokorda digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Mereka bahkan patuh pada tekanan minyak 78 kg/cm2 yang menurut Tjokorda adalah misteri ketika menemukan alat LBPH Sosrobahu itu. Tjokorda kemudian membangun laboratorium sendiri dan melakukan penelitian dan hasilnya berupa perhitungan susulan dengan angka teknis tekanan 78,05 kg/cm2, nyaris persis sama dengan angka wangsit yang diperolehnya sebelum itu.


Saat teknologi Sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, "Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN". Sementara Korea Selatan masih bersikeras ingin membeli hak patennya.
Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi pertama memakai angker (jangkar) baja yang disusupkan ke beton, versi keduanya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun (1 abad).

So, guys, belajarlah yang rajin! Kelak, kita bisa menjadi seperti Ir. Tjokorda, memanfaatkan ilmu bagi kepentingan bangsa dan menjadi kebanggaan dunia!

(fckj)


Sumber: 

0 komentar:

Posting Komentar