#footer-column-divide { clear:both;background: #3B5998;color:#ffcc66; } .footer-column { padding: 10px; }

UNIVERSITAS INDONESIA

Veritas, Probitas, Justisia

IMS FTUI 2014

Integratif dan Kontributif

Civil Engineering

Proud To Be Civil Engineer

CENS UI 2013

Contribute to our country

OIM FTUI 2014

Ayo sipil pasti bisa rebut juara !!! #SemangatBerprestasi

Minggu, 21 April 2013

Earth Day: bukan sekedar peringatan, mari bertindak !

HARI BUMI 2013

Sejarah

            Hari bumi pertama diperningati 30-an tahun lalu atau tepatnya tahun 1970 dan dilakukan pertamakali di negara Amerika. Hari bumi digagas pertamakali oleh Gaylord Nelson dia dalah seorang senator. Ide Hari Bumi ini dia cetuskan pertamakali pada saat pidatonya di Seatlle tahun 1969 tentang desakan untuk memasukkan isu-isu kontroversial, dalam hal ini lingkungan hidup, dalam kurikulum resmi perguruan tinggi mengikuti model teach in mengenai masalah anti perang. Gagasan Nelson mendapat dukungan yang mencengangkan dari masyarakat sipil. Dukungan ini terus membesar dan memuncak dengan menggelar peringatan HARI BUMI yang monumental. Majalah TIME memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang turun ke jalan pada 22 April 1970. Nelson menyebutkan fenomena ini sebagai ledakan akar rumput yang sangat mencengangkan’ dimana : ” Masyarakat umum sungguh peduli dan Hari Bumi menjadi kesempatan pertama sehingga mereka benar-benar dapat berpartisipasi dalam suatu demonstrasi yang meluas secara nasional, dan dengan itu menyempaikan pesan yang serius dan mantap kepada para politisi untuk bangkit dan berbuat sesuatu “.

        Bumi yang pertam ini di Amerika Serikat merupakan klimaks perjuangan gerakan lingkungan hidup tahun 60-an untuk mendesak masuk isu lingkungan sebagai agenda tetap nasional. Kini peringatan Hari Bumi telah menjadi sebuah peristiwa global. Para pelaksana peringatan HARI BUMI menyatukan diri dalam jaringan global masyarakat sipil untuk Hari Bumi yakni EARTH DAY NETWORK yang berpusat di Seattle. Bila Hari Bumi ‘70 pertama paling tidak melibatkan 20 juta manusia di AS, Hari Bumi 1990 melibatkan 200 juta manusia di seluruh dunia, maka pada Hari Bumi 2000 diperkirakan terlibat 500 juta manusia di seluruh dunia dengan jargon “making history – making change”.

Kondisi Bumi Saat Ini

      Tahukah Anda, bumi yang hanya mengandung 0.03% CO2 di atmosfer, memiliki suhu rata-rata 15 oC. Bandingkan dengan Planet Venus yang mengandung 96.5% CO2 di atmosfernya, memiliki suhu rata-rata 420 oC. Sebaliknya, Planet Mars dengan atmosfer yang sangat tipis dan hampir semua CO2 nya berada di permukaan, memiliki suhu rata-rata -50%. (Planetescapes.com)



      Menurut Arctic Climate Impact Assessment/ACIA (2004), konsentrasi CO2 meningkat tajam selama 250 tahun terakhir ini dan meningkatkan suhu rata-rata bumi. Sumber utama peningkatan emisi CO2 di atmosfer berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan konversi hutan. Sebanyak 80% sumber energy untuk aktifitas manusia berasal dari bahan bakar fosil.



13350529722047961901
       Peningkatan konsentrasi CO2 sebagai salah satu Gas Rumah Kaca dominan menimbulkan Efek Rumah Kaca yang breakibat terjadinya pemanasan global (Global Warming). Tentu sebagai penghuni bumi kita merasakan langsung perbedaan kenyamanan udara di lingkungan kita. Misalnya di Kota Bogor, dulunya tahun 1993, saya merasa nyaman memakai sweater ketika kuliah, kini baju tebal sudah tidak nyaman lagi dipakai. Udara di Kota Bogor yang dikenal dulu sebagai kota hujan nan sejuk kita berubah drastis. Bila siang terasa panas dan mandi pun juga tidak terasa dingin lagi.

“Planet kita, rumah kita yang terabaikan. Perubahan iklim terus berlanjut. Sepertinya tampak ada bencana ekologis baru yang terjadi hampir setiap hari. Hari Bumi, ini saatnya untuk menggerakkan bumi untuk planet kita, rumah kita yang terabaikan. Hari Bumi ini saatnya untuk menggerakkan planet ini dari bawah ke atas untuk mengirim pesan bahwa Bumi tidak akan menunggu!”



Tentu kita tidak lupa berita mengenai suhu ekstrim pada 2011-awal 2012 lalu, akibat tidak sehatnya alam, maka murkalah langit. Diturunkan salju dengan intensitas lebat, dengan suhu yang minus, akibatnya seluruh aktifitas terganggu, Suhu udara mencapai rekor luar biasa rendah. Di wilayah Polandia, temperatur udara sempat berkisar di titik rendah minus 35 derajat Celsius. Ceko bahkan mencatat suhu minus 38,1 derajat pada malam hari. Warga masyarakat pun terisolir. Sekolah-sekolah di Kiev, ibukota Ukraina, sudah terpaksa tutup. Akses jalan, jaringan kereta api, serta pelabuhan dan bandara tidak dapat berfungsi. Pasokan listrik juga terhenti oleh sebab kerusakan infrastruktur dan yang lebih parahnya lagi dapat mengakibatkan kematian akibat suhu tinggi tersebut, sebelum suhu dingin terjadi tidak lupa di benak kita bagaimana suhu panas yang berlangsung cukup lama di Indonesia, kekeringan melanda nusantara. Kita bahkan pernah merasakan suhu 30 derajat keatas terasa di Surabaya. Para peneliti dari firma riset Atmospheric and Environmental Research di AS menemukan sebuah pola yang menunjukkan bahwa musim panas yang lebih panas dari biasanya di Belahan Bumi Utara ternyata mengganggu pola cuaca dan memicu musim dingin ekstrem yang terjadi di kawasan AS dan Eropa.



Jika hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin kepunahan manusia juga akan terjadi dengan segera di masa mendatang. Kesadaran diri perlu ditumbuhkan sejak dini untuk menyayangi bumi ini. Setiap komponen di dalam ekosistem berinteraksi dan membutuhkan oleh karena itu, kita harus menyayangi alam dengan cara memelihara dan melestarikannya. Keseimbangan inilah yang harus tetap dijaga agar keanekaragaman sumber daya alam tetap lestari dan terjamin. Keseimbangan alam dapat terganggu atau rusak. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya alamsebaiknya diusahakan secara arif dan bijaksana sesuai keseimbangan alam.

AKIBAT???




Sumber:
www.marinebuzz.com
www.bionomicfuel.com
sandrossoares89.blogspot.com
www.china.org.cn
www.therainmakerblog.com
http://www.forplid.net/artikel/184-sejarah-hari-bumi.html
http://green.kompasiana.com/iklim/2012/04/22/hari-bumi-2012-jangan-buat-bumi-menunggu-ayo-bergerak-456532.html

Old Earth, now, and the future

Minggu, 07 April 2013

What Can We Learn From Amsterdam About Waste to Energy?


What Can We Learn From Amsterdam About Waste to Energy?


The Netherlands has a reputation for being progressive, from the environment to social initiatives.  About twice the size of New Jersey, a large proportion of its landmass is below sea level.  Protected (at least for the moment) by an elaborate system of dikes, the country is a center of creativity, efficiency, and diversity.  It’s a place that is open-minded and broad thinking on everything from social programs to wind energy.  A recent trip to Amsterdam also unveiled it is equally creative with its approach to waste management and water reclamation.
garbage loadingWaste management in the Netherlands is tricky.  With limited land area available to landfill, conventional waste is either incinerated to produce energy or exported elsewhere for disposal.  In the way of waste-to-energy (W2E), Amsterdam has created an incredibly efficient Afval Energie Bedrijf (AEB)   plant capable of producing 1 million MWh of electricity annually.  Beyond the energy factor, the plant is also being used to create district heating for several communities around Amsterdam, and produces 300,000 gigajoules of heat annually.
It gets better.  Right next door to the W2E plant is the Waternet water treatment plant  .  The two plants work symbiotically: the incineration plant supplies energy and heat for water treatment processes; the water treatment plant injects its sludge and biogas into the incineration plant as an additional fuel source.  In one narrow corridor of industrial landscape, Amsterdam manages a large chunk of its municipal functions.
incinerator view The process looks like this: annually, 1.4 million tons of waste is brought to the W2E plant.  This amounts to 600 trucks and 1 freight train per day of refuse from the Amsterdam metropolitan area.  The trash is deposited into a large sorting room where it is sifted and put into the incineration process.  When trash is burnt, the heat is used to boil water.  The superheated steam from this process is used to turn several turbines to generate electricity. Aware of the environmental effects of the gasses from this process, the Dutch have installed a complex process of scrubbing the flue gasses.  It starts with an E-filter to separate the fly-ash.  Next, gas passes through a fabric filter to remove other residues before being passed to an economizer.
turbine room
The gas then passes through a series of other scrubbers to remove harmful gasses and particulates so they do not become airborne: an HCl scrubber yields calcium-chloride, SO2 scrubber produces gypsum, and a polishing scrubber takes out much of the remaining water vapor. 

For many of these byproducts, attempts are being made to close the loop so the material can be used in other industrial processes—from trace elements for manufacturing, to fly ash for construction.  Whatever material is left becomes landfill.
incineration process
By the time the gas makes it out the flue, what remains is mostly water vapor and clean flue gas.  Any other emissions are monitored, and so far have been kept well within Dutch legal limits. Dioxin from the incineration process is captured and safely disposed.
smokestacks
Attention to carbon emissions has been a special focus of the W2E plant and its designers.  As the plant performs several functions (elimination of waste, generation of electricity and heat) simultaneously, it stacks up positively to other disposal methods, actually avoiding 438 kilotons of CO2 per year.  Because of these combined processes, the process reduces the net amount of carbon going into the atmosphere.
As an alternative scenario, if the same 1 million tons of waste were put in landfill, the amount of equivalent CO2 emissions per year would be 1036 kilotons.  This would mainly be as a result of methane gasses developing at the landfill.  If these gasses were either captured or burned off, it would reduce the total emissions to 404 kilotons—still a fairly large amount.
The efficiency of the W2E plant is a major positive factor in the equation.  If waste across the European Union were handled in a similar fashion, engineers estimate that W2E plants could generate 8% of the total EU electrical production by burning 182 megatons of waste, and in the process avoiding 200 million tons of CO2 per year.  It would also free up large amounts of land for other purposes, as from the U.K. to eastern Europe, landfill is unfortunately still the disposal method of choice.
wtp webThe benefits of the W2E plant are compounded when you plug the Waternet plant into the equation.  Waternet handles waste water for 1 million population equivalents, and sludge (e.g. effluents from toilets etc.) for another 2 million population equivalents per year.
The water treatment concept uses biological methods rather than chemical ones to remove phosphate and nitrogen from the water.  Sludge digestion means that energy recovery from biogas is possible in the deep aeration tanks.  This biogas is currently being used at the W2E plant, to provide gas to the natural gas grid, and also to power a small pilot fleet of 120 biogas vehicles.  Annually, Waternet digester gas production equates to 7.5 million cubic meters of natural gas, enough for 5000 households and 3500 cars.
waternet process







By looking holistically at the processes, services, inputs, and outputs of both the W2E and Waternet plants, the Dutch have come up with an elegant solution to many complex problems.  There’s been a clear attempt to close the loop on byproducts, whether it be flue gas particles or biogas from water reclamation.  Careful integration of both waste and water management processes has yielded many efficiencies and benefits that would not be possible under other conventional, stand alone systems.  With this attention to detail and maximizing benefits across the board, both Afval Energie Bedrijf W2E and Waternet stand as excellent examples of what can be achieved with some careful infrastructure planning.
One would hope in the future that Dutch officials would spend equal time and attention to reducing the amount of “waste” that is produced to begin with, and give more emphasis to reduction, elimination, recycling, and composting initiatives.

source : Chris Tobiah, http://www.celsias.com/article/what-can-we-learn-amsterdam-about-waste-energy/

PDF Afval Energie Bedrijf (AEB)
Further Reading for Afval Energie Bedrijf (AEB)
 Further Reading for Waternet Water Treatment Plant